Minggu, 14 Juni 2009

Evaluasi Indonesia Super League (ISL) Edisi Perdana

http://tunaspamenang.files.wordpress.com/2008/09/djarum-isl.gif

PERHELATAN pertama ISL kali ini terasa begitu manis bagi publik Papua. Betapa tidak, beragam gelar berhasil diboyong ke Bumi Cenderawasih. Persipura Jayapura ditahbiskan sebagai juara. Saudara mudanya, Persiwa Wamena, sukses merebut posisi runner-up.

Selain itu, putra Papua Boaz Theofilus Erwin Solossa dinobatkan sebagai pemain terbaik. Pemain kelahiran Sorong tersebut juga berhasil menyabet gelar pencetak gol terbanyak. Mengoleksi 28 gol, Boaz bersanding dengan Christian Gonzalez dalam daftar top skor.

Selain ujung ISL edisi perdana yang dihelat dari 12 Juli 2008 hingga 10 Juni 2009 terasa manis bagi tanah Papua, akhir ajang tersebut sangat meriah. Saat penutupan di Stadion Mandala, Jayapura, tak kurang dari 30 ribu orang hadir. Situasi itu tentu sangat kontras jika dibandingkan dengan akhir Liga Indonesia 2007 yang ditutup tanpa kehadiran penonton. Yang tak kalah menarik, akhir ISL edisi perdana juga ditutup dengan hujan gol. Tercipta 36 gol di pekan terakhir.

Namun, ending yang manis tersebut tetap tidak bisa mengimbangi banyaknya catatan negatif pada ISL edisi pertama ini. "Kompetisi ISL yang pertama ini memang masih jauh dari kata sempurna," aku Andi Darusallam Tabusalla, ketua Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI).

ISL musim pertama memang jauh dari kata sempurna. Status super yang melekat pada level sepak bola tertinggi di Indonesia tersebut terasa baru sebatas nama. Banyak hal yang menggambarkan betapa tidak supernya ISL yang berstatus super. Catatan negatif bahkan sudah tertoreh sejak awal ISL digulirkan. Tepatnya saat BLI memverifikasi para calon kontestan.

Ada lima aspek yang diverifikasi BLI: infrastruktur, finansial, legal, personal dan administrasi, serta sporting. Ketika verifikasi, BLI terlihat serius. Apalagi, mereka berani mengeliminasi Persmin Minahasa dan Persiter Ternate. Namun, keberanian itu terasa hambar saat PSSI memutuskan pengganti dua tim yang tereliminasi.

PKT Bontang dan PSIS Semarang ditetapkan sebagai pengganti. Kehambaran semakin terasa tatkala BLI meloloskan PSMS Medan, Persita Tangerang, dan Persitara Jakarta Utara untuk berlaga di ISL. Padahal, stadion mereka tidak memenuhi syarat.

Ketika kompetisi berjalan, ketiganya pun berpindah-pindah stadion saat menjamu tamu-tamu mereka. Hal itu tidak hanya menyulitkan ketiganya, tapi juga tim lawan. Pada awal kompetisi, catatan negatif juga tercipta dari sikap BLI yang memperbolehkan beberapa pelatih yang masih berlisensi B memimpin tim. Padahal, dalam aturan, yang boleh melatih tim ISL adalah pelatih yang berlisensi A.

Saat kompetisi berjalan, sisi negatif ISL semakin banyak. Misalnya kebiasaan lama mengubah-ubah jadwal kompetisi. Hingga akhir kompetisi, tercatat tak kurang dari 70 kali BLI melakukan perubahan jadwal. Bahkan, sempat pula kompetisi hendak disentralisasi di Jawa Timur.

"Apa yang terjadi dengan jadwal ini tidak lebih disebabkan faktor adanya agenda pemilu (pemilihan umum). Agenda politik tersebut ternyata masih sulit disinkronkan dengan kompetisi," ungkap Andi.

Tidak bisa dimungkiri memang, sebagian besar perubahan jadwal itu akibat adanya agenda pemilu. Di masa proses pemilu, banyak klub yang kesulitan mendapatkan izin pertandingan. Tapi, perubahan tidak semata terjadi karena pemilu. Buruknya manajemen PSSI juga menjadi penyebab. Dihentikannya kompetisi pada awal Januari 2009 menjadi contoh. Penghentian itu disebabkan agenda latihan tim nasional.

Perubahan jadwal bukan satu-satunya masalah di tengah kompetisi. Masih ada deretan catatan lainnya. Antara lain buruknya kepemimpinan wasit, maraknya perkelahian antarpemain, hingga mewabahnya aksi anarkis penonton. Bahkan, di tengah kompetisi juga muncul fenomena baru. Yakni, ofisial tim senang menganiaya perangkat pertandingan!

Sisi buruk itu sendiri tecermin dari hasil sidang Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Hingga sidang pada 6 Mei 2009, komdis mengeluarkan 135 keputusan. Jumlah tersebut masih bisa bertambah. Jumlah 135 keputusan tentu menunjukkan bahwa angka pelanggaran terlalu tinggi. (miftakhul faham syah/diq)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar